Legenda Candi Prambanan: Antara Cinta, Dendam, dan Kutukan Abadi

Ilustrasi Bandung Bondowoso memerintahkan roh halus membuatkan seribu candi untuk Putri Rara Jongrang.

Daily Dose Indonesia – Di tengah gemerlap sejarah dan kemegahan arsitektur Nusantara, berdirilah Candi Prambanan, di Daerah Istimewa Yogyakarta, salah satu warisan budaya paling memukau dari abad ke-9. Namun di balik kemegahan candi ini, tersimpan sebuah kisah epik tentang perang, cinta, dan pengkhianatan yang telah menjadi legenda turun-temurun: kisah Bandung Bondowoso dan Lara Jonggrang.

Prabu Baka, Raja Raksasa Penguasa Awal Kerajaan Prambanan

Alkisah, di daerah Prambanan berkuasalah Prabu Baka, seorang raja raksasa yang sakti mandraguna. Teriakannya mampu mengguncang langit, dan tinjunya dapat meremukkan gerbang kahyangan. Namun sehebat apapun makhluk, ia tak kuasa melawan takdir. Musuh terbesar Prabu Baka adalah Prabu Pengging, seorang raja yang tidak hanya kuat, tetapi juga bijaksana dan mampu mengendalikan emosi.

Prabu Baka mengajukan tantangan perang kepada Prabu Pengging. Dengan penuh waspada, Prabu Pengging menunjuk Bandung Bondowoso, seorang patih muda yang gagah dan sakti, sebagai panglima utama. Dengan keberanian dan kecerdasannya, Bandung Bondowoso memimpin pasukan menghadapi Prabu Baka.

Pertempuran Mahadahsyat dan Akhir Prabu Baka

Perang besar pun pecah. Pasukan Prabu Baka yang jauh lebih besar segera menggempur wilayah Pengging. Namun, dengan strategi matang dan semangat pantang menyerah, pasukan Bandung Bondowoso mampu membuat Prabu Baka terdesak. Dalam puncak pertempuran, Bandung Bondowoso memanggil roh-roh halus sakti dari alam gaib untuk mengalahkan raksasa itu.

Dengan kekuatan spiritualnya, Bandung Bondowoso berhasil mengalahkan Prabu Baka secara tragis. Tubuh raksasa itu tercerai-berai dan kepalanya diserahkan kepada Prabu Pengging sebagai tanda kemenangan. Sebagai hadiah, Bandung Bondowoso pun diberi kekuasaan atas Kerajaan Prambanan.

Cinta dan Tipu Daya Lara Jonggrang

Di istana Prambanan, Bandung Bondowoso terpikat oleh kecantikan Lara Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Wajahnya membuat bunga kenanga mekar sebelum waktunya dan membuat bulan bersembunyi di balik awan. Namun Lara Jonggrang tidak serta-merta menerima lamaran sang kesatria, karena di hatinya tersimpan duka atas kematian ayahandanya.

Tak ingin menolak langsung, Lara Jonggrang pun mengajukan syarat mustahil: membangun seribu candi dan dua sumur dalam satu malam. Bandung Bondowoso, yakin akan kesaktiannya, menyanggupi tantangan itu dan memanggil kembali roh-roh halus untuk membantunya.

Candi demi candi dibangun dengan kecepatan luar biasa. Menjelang fajar, hanya empat candi tersisa. Panik, Lara Jonggrang memutar akal. Ia membangunkan para gadis untuk menumbuk padi dan menebar bunga harum agar ayam-ayam jantan berkokok, menyimulasikan datangnya pagi. Para roh halus pun lari terbirit-birit meninggalkan pekerjaan mereka.

Kutukan Sang Patih

Mengetahui akalnya dikelabui, Bandung Bondowoso murka. Ia mengutuk Lara Jonggrang menjadi arca batu, yang kini dikenal sebagai Arca Durga di candi utama Prambanan. Candi-candi yang dibangun disebut Candi Sewu, yang berarti “seribu candi”—meskipun sebenarnya jumlahnya belum genap.

Nilai Moral dari Legenda Candi Prambanan

Legenda ini menyimpan berbagai pesan dan nilai yang relevan hingga hari ini:

  1. Keberanian dan Kepemimpinan: Sosok Bandung Bondowoso menunjukkan pentingnya keberanian menghadapi ketidakpastian serta kualitas kepemimpinan dalam masa krisis.
  2. Keteguhan dan Kesetiaan: Meskipun terlihat sebagai tokoh antagonis, Lara Jonggrang mencerminkan kesetiaan kepada ayah dan kerajaannya—sebuah bentuk cinta tanah air yang kuat.
  3. Bahaya Tipu Daya: Cerita ini memperingatkan bahwa tipu muslihat untuk menghindari tanggung jawab atau komitmen bisa berakibat fatal dan merugikan semua pihak.
  4. Kekuatan Takdir dan Spiritualitas: Takdir, dalam cerita ini, menjadi benang merah. Tak peduli sekuat apapun seseorang, jika ia melawan takdir atau bertindak gegabah, kehancuran bisa menantinya.
  5. Cinta Tak Selalu Membawa Bahagia: Kadang cinta yang tidak dilandasi kerelaan dan kejujuran bisa berubah menjadi bencana.

Candi Prambanan hari ini bukan sekadar situs sejarah, tetapi juga monumen bagi cinta yang gagal, kekuatan spiritual, dan pengorbanan. Kisah Bandung Bondowoso dan Lara Jonggrang akan terus hidup, selama batu-batu candi itu masih berdiri megah di tanah Jawa.

 

Referensi

Bayu Wibisana & Nanik Herawati. (2010). Cerita Rakyat Jawa. Klaten:Intan Pariwara

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *