Daily Dose Indonesia — Di tengah keterbatasan jumlah pemain musik dan biaya produksi yang sering menjadi kendala bagi musisi daerah, seorang pemuda asal Jalan Srigading, Kota Blitar, muncul membawa solusi kreatif lewat teknologi music sequencer. Dialah Kalam Kalbuadi, pelaku musik yang menggabungkan teknologi dan kreativitas untuk menghadirkan kualitas musik megah hanya dengan perangkat laptop dan tim kecil.
“Sequencer itu sebenarnya alat bantu bagi musisi agar bisa menampilkan musik yang lebih luas dan megah, meski dengan format pemain yang minimalis,” ujar Kalam ditemui di studionya Minggu (26/10/2025), menjelaskan peran penting teknologi ini bagi kelompok musik lokal.
Teknologi Digital Jadi Penolong Musisi Lokal
Menurut Kalam, music sequencer bekerja dengan mengatur dan memutar rangkaian suara digital yang bisa mewakili instrumen nyata. Dengan teknologi ini, band kecil yang hanya memiliki beberapa pemain tetap bisa menampilkan elemen orkestra seperti biola, brass section, hingga vokal latar dalam satu pertunjukan.
“Katakanlah kita ingin menampilkan nuansa orkestra, tapi terbatas pada anggaran dan jumlah pemain. Nah, dengan sequencer, semua itu bisa diatasi,” katanya.
Ia menjelaskan, penggunaan sequencer berbeda dari sistem electone yang umum digunakan dalam musik dangdut. Jika electone hanya mengandalkan preset suara bawaan dari keyboard, maka sequencer justru memberi kebebasan bagi pengguna untuk menciptakan aransemen dari awal. “Dengan sequencer, kita bisa menentukan sendiri bagaimana instrumen berjalan. Jadi kreativitasnya lebih luas karena semua bisa diatur sesuai kebutuhan,” tuturnya.
Kalam menyebut teknologi ini kini menjadi standar di berbagai pertunjukan musik besar di Indonesia. Beberapa penyanyi nasional seperti Raisa dan Isyana Sarasvati diketahui memanfaatkan sequencer untuk memperkaya dimensi musik mereka saat tampil di atas panggung. “Kalau diperhatikan di konser mereka, ada satu orang di balik laptop yang mengatur ritme dan bagian musik. Nah, itu peran sequencer engineer,” ujarnya.
Dari Studio Rumahan ke Panggung Besar
Meski demikian, penerapan sequencer di tingkat daerah seperti Blitar masih tergolong jarang. Banyak musisi belum familiar dengan sistem digital ini karena keterbatasan sumber daya di bidang audio engineering. “Masih sedikit sekali yang menguasai. Tapi sebenarnya potensinya besar sekali,” katanya.
Kalam mulai mendalami teknologi ini sejak 2023, setelah memutuskan berhenti dari pekerjaannya dan fokus membangun studio rekaman rumahan (home recording). Ia menilai, sequencer bukan sekadar alat bantu pertunjukan, melainkan juga jembatan antara dunia produksi rekaman dan penampilan langsung.
“Kalau di studio kita bicara soal mixing dan mastering, maka di live performance kita bicara bagaimana audio bisa keluar optimal di hari H. Dan itu sangat terbantu dengan adanya sequencer,” jelasnya.
Menurutnya, penggunaan sequencer juga memberi efisiensi besar bagi penyelenggara acara seperti wedding organizer dan event café. Banyak klien menginginkan nuansa musik megah tanpa harus menyewa banyak pemain. “Misalnya, untuk format orkestra minimal butuh delapan orang. Tapi dengan sequencer, cukup satu operator dan satu drummer yang peka terhadap metronom, semua sudah bisa berjalan,” terangnya.
Beberapa acara besar di Blitar bahkan mulai mengadopsi teknologi ini. Kalam mencontohkan pergelaran Blitar Jadul, yang pernah menggabungkan musik dan seni drama dengan sistem sequencer untuk menjaga tempo dan kesinambungan audio. “Di sana, sequencer dipakai agar musik dan adegan bisa sinkron, jadi pengalaman pertunjukan lebih solid dan profesional,” ujarnya.
Mengubah Cara Pandang Terhadap Musik Modern
Meski banyak manfaatnya, Kalam mengakui masih ada perdebatan di kalangan musisi soal keaslian musik digital. Sebagian menilai keaslian musik berkurang karena tidak dimainkan langsung oleh manusia. Namun bagi Kalam, teknologi justru memperluas ruang ekspresi tanpa menghilangkan nilai seni.
“Kalau bicara ideal, memang tidak ada yang bisa menggantikan sentuhan pemain asli. Tapi di sisi lain, sequencer membantu kita menjangkau hal-hal yang belum tentu bisa dilakukan semua orang karena keterbatasan,” ujarnya.
Kini lewat akun media sosialnya IG dan YouTube Kalam Kalam Kalbuadi, ia aktif membagikan proses pembuatan sequencer dan contoh penerapannya dalam pertunjukan langsung. Ia berharap semakin banyak musisi daerah yang tertarik belajar dan berani bereksperimen dengan teknologi digital.
“Tujuan saya sederhana, supaya teman-teman di daerah bisa tampil selayaknya band profesional. Sekarang bukan lagi soal besar kecilnya kota, tapi sejauh mana kita mau memanfaatkan teknologi yang ada,” pungkasnya.





