Se-Indonesia Dibikin Geger Blokir Rekening, Ternyata Kepala PPATK Dilantik Jaman Jokowi

Se-Indonesia Dibikin Geger Blokir Rekening, Ternyata Kepala PPATK Dilantik Jaman Jokowi
Kolase Kepala PPATK Ivan dengan unjuk rasa di Indonesia.

Daily Dose Indonesia – Kebijakan pemblokiran rekening yang tidak aktif selama tiga bulan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memicu kegaduhan nasional. Publik ramai-ramai mempertanyakan dasar logika kebijakan tersebut, terutama karena berpotensi merugikan masyarakat kecil yang selama ini menyimpan tabungan untuk keperluan jangka panjang. Di tengah sorotan tajam itu, nama Kepala PPATK Ivan Yustia Vandana ikut menjadi perhatian karena sosok ini menjabat sejak jaman Presiden Jokowi.

Kebijakan ini, PPATK mengklaim sebagai upaya untuk mencegah penyalahgunaan rekening dalam transaksi ilegal. Seperti pencucian uang atau penampungan dana hasil kejahatan. Namun, banyak yang menilai langkah tersebut gegabah dan membahayakan hak finansial masyarakat, terutama mereka yang memiliki pola menabung tidak reguler, seperti petani, pekerja lepas, atau kepala keluarga dengan kebutuhan musiman.

Bacaan Lainnya

Di tengah kontroversi tersebut, warganet mulai menguliti sosok pimpinan lembaga ini. Nama Ivan Yustia Vandana, Kepala PPATK sejak 2021, menjadi perbincangan. Disayangkan jika kebijakan seperti ini lahir dari institusi yang dipimpin oleh figur berpendidikan tinggi dan kaya pengalaman.

Sosok Ivan Yustia Vandana di Balik PPATK

Ivan Yustia Vandana merupakan pejabat tinggi. Presiden Joko Widodo pada tahun 2021 melantik Ivan untuk memimpin PPATK selama lima tahun, hingga 2026. Ivan merupakan lulusan program doktoral Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada dengan predikat cum laude. Ivan juga mengantongi gelar Master of Law dari Washington College of Law, Washington DC, Amerika Serikat.

Sebelum duduk di kursi tertinggi PPATK, Ivan telah lebih dari satu dekade berkiprah di lembaga ini. Ia memulai kariernya sejak tahun 2006 sebagai Ketua Kelompok Riset dan Analis Nonbank, lalu menduduki sejumlah posisi strategis seperti Direktur Pemeriksaan, Riset dan Pengembangan, hingga menjadi Deputi Bidang Pemberantasan.

Mengutip data LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) per 25 Maret 2025 untuk periodik tahun 2024, Ivan tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp9.381.270.506. Di antaranya, kekayaan dalam bentuk tanah dan bangunan sebesar Rp6,9 miliar. Namun, ia juga memiliki utang senilai Rp2,9 miliar.

Kritik Logika Kebijakan PPATK Tak Masuk Akal

Kebijakan blokir rekening yang β€œtidak aktif” selama 3 bulan dianggap mengandung banyak lubang logika. Jika rekening digunakan untuk tindakan kriminal justru biasanya aktif, bukan dorman. Sebab kalau rekeningnya buat pencucian uang, itu pasti sering ditransfer, sering ditarik. Justru pasif justru seharusnya tidak mencurigakan.

Kalau dilihat pendekatan PPATK ini satu ukuran untuk semua (one-size-fits-all) yang diterapkan PPATK. Dalam era teknologi canggih dan sistem analitik berbasis data, masyarakat mempertanyakan mengapa lembaga sekelas PPATK justru memakai pendekatan general dan tidak presisi. Seharusnya ada pattern-nya dan ada model analitiknya. Aneh jika semua rekening yang tidak aktif lebih dari 3 bulan langsung dianggap mencurigakan.

Lalu dipilihnya variabel 3 bulan untuk dasar rekening untuk diblokir. Dipertanyakan variabel itu atas dasar riset apa, atau hanya angka spekulatif hasil rapat internal PPATK. Kekhawatiran bertambah karena warga menilai tindakan blokir dilakukan tanpa proses yang transparan dan minim sosialisasi.

Reaksi Publik: Mosi Tidak Percaya dan Permintaan Evaluasi

Situasi ini memperburuk kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan dan otoritas pengawasan negara. Banyak warga kini merasa bahwa privasi mereka dalam aktivitas perbankan terancam. Juga mengaitkan situasi ini dengan ketegangan sosial-politik pasca-Pemilu. Beberapa bahkan secara terbuka menyatakan kekecewaan terhadap pasangan presiden dan wakil presiden terpilih.

Sebagian lain melihat kebijakan PPATK ini sebagai preseden buruk yang bisa meluas ke ranah lain. Kendati PPATK menyebutkan bahwa proses pemblokiran bersinergi lembaga keuangan dan bisa pulih sewaktu-waktu, tetap saja publik khawatir. Tak sedikit menilai kebijakan ini lebih cocok jika untuk di negara otoriter. Padahal Indonesia menjunjung supremasi hukum dan demokrasi.

Berikut komentar warganet yang mengomentari kebijakan blokir PPATK yang sebelumnya mendukung pengacara kondang Paris Hotman yang juga mengkritisi pemblokiran rekening dormant itu melanggar hak asasi manusia;

@boy.taufiq****: Tanah nganggur diambil negara… uang tabungan nganggur diambil negara… truss rakyat Indonesia yang nganggur ngak diambil negara..?? Ambil laahhhh semuaaaπŸ˜‚
@sonie***: Kecewa berat milih Prabowo Subianto dan Gibran, tidak tegas mengatur negeri ini πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚
@farisfa***: Seharusnya transaksi yang mencurigakan πŸ˜‚ bukan yang gak transaksi.
@ichanks***: Pemerintah sudah terang terangan MERAMPAS Hak warganya…gimana warganya mau hidup makmur kalau begini caranya

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *