Daily Dose Indonesia — Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar mulai menyosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Blitar Tahun 2025–2045 sebagai pedoman pembangunan jangka panjang yang menempatkan keseimbangan antara pertumbuhan kota dan kelestarian lingkungan sebagai prioritas utama. Sosialisasi tersebut digelar Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Blitar di Aula Majapahit, Senin (15/12/2025).
Kepala Dinas PUPR Kota Blitar, Erna Santi, menjelaskan bahwa Perda RTRW 2025–2045 merupakan hasil revisi dari Perda Nomor 12 Tahun 2011 yang dinilai sudah tidak sepenuhnya mampu mengakomodasi perkembangan kota. Proses revisi tersebut telah berlangsung sejak 2022 dan melalui tahapan panjang, termasuk pembahasan lintas sektor hingga mendapatkan persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN.
“Perda ini adalah revisi dari perda kita sebelumnya, yaitu Perda Nomor 12 Tahun 2011. Untuk menuju revisi sehingga ditetapkannya perda ini cukup panjang ceritanya, dimana sejak 2022 ditinjau untuk mengakomodir perkembangan kota kita,” ujar Erna Santi.
Ia menegaskan bahwa arah penataan ruang Kota Blitar kini mengalami pergeseran strategis. Jika sebelumnya Kota Blitar diarahkan sebagai kota wisata kebangsaan yang didukung sektor pertanian, perdagangan, dan jasa, maka RTRW terbaru menempatkan Kota Blitar sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa regional, sekaligus kota wisata yang ditopang industri pengolahan hasil pertanian dan perkebunan yang produktif dan berkelanjutan.
“Untuk Perda Nomor 6 Tahun 2025 ini, tujuannya adalah mewujudkan Kota Blitar sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa regional, dan kota wisata yang didukung oleh industri pengolahan hasil pertanian dan perkebunan yang produktif dan berkelanjutan,” jelasnya.
Tata Ruang sebagai Pondasi Pembangunan Berkelanjutan
Erna Santi menekankan bahwa perubahan tujuan penataan ruang tersebut membawa konsekuensi pada kebijakan pembangunan yang harus lebih disiplin dan terarah. Ia mengutip pandangan pemerintah pusat bahwa tata ruang harus menjadi “panglima pembangunan”, agar pembangunan sektor pangan, industri, dan lingkungan dapat berjalan seimbang tanpa menimbulkan bencana di kemudian hari.
“Meminjam istilah dari Menteri Koordinator Infrastruktur, tata ruang harus menjadi panglima pembangunan, agar pembangunan pangan, industri, dan lingkungan berjalan seimbang dan tidak menimbulkan bencana,” katanya.
Menurut Erna Santi, berbagai peristiwa banjir dan kerusakan lingkungan di sejumlah daerah di Indonesia menjadi pelajaran penting. Ia mencontohkan perkembangan salah satu kota di Jawa Timur yang cukup pesat, namun tidak sepenuhnya diimbangi dengan keselarasan antara kebutuhan manusia dan daya dukung lingkungan, sehingga memicu banjir dan kemacetan.
“Kota Blitar saat ini masih bersyukur merasa nyaman dan aman. Walaupun ada genangan di beberapa titik, itu tidak lebih dari setengah meter dan dalam waktu singkat sudah kembali normal,” ujarnya.
Namun demikian, Erna Santi mengingatkan bahwa tantangan sesungguhnya terletak pada masa depan. Penataan ruang harus memikirkan kondisi lima, sepuluh, hingga puluhan tahun ke depan agar Kota Blitar tidak menghadapi risiko banjir, kemacetan, penurunan kualitas udara, maupun berkurangnya kenyamanan hidup warganya.
Dalam konteks tersebut, RTRW 2025–2045 menempatkan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai salah satu isu krusial. Erna Santi mengakui bahwa porsi RTH Kota Blitar saat ini masih belum memenuhi standar ideal, sehingga ke depan perlu menjadi perhatian serius dalam setiap proses pembangunan.
“Ruang terbuka hijau kita masih sangat kecil dan belum memenuhi standar yang harus dipenuhi. Karena itu, RTH harus menjadi perhatian saat kita membangun, sesuai amanah penataan ruang,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap ketentuan tata ruang, termasuk pengaturan jarak bangunan dari jalan. Menurutnya, ketertiban tersebut menjadi kunci untuk mengantisipasi kebutuhan infrastruktur di masa depan, seperti pelebaran jalan, agar tidak menimbulkan persoalan baru berupa kemacetan.
Menutup sambutannya, Erna Santi berharap sosialisasi Perda RTRW 2025–2045 dapat menjadi pedoman bersama bagi seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat. Pemerintah Kota Blitar, kata dia, berkomitmen menjalankan pembangunan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan demi keberlanjutan kota.
“Kewajiban kita adalah menyampaikan dan mensosialisasikan perda yang sudah ditetapkan ini, agar menjadi acuan dan pedoman bersama dalam menjalankan tata ruang yang berkelanjutan,” pungkasnya.





