Daily Dose Indonesia – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu kebijakan prioritas pemerintah. Program ini menyasar anak-anak sekolah dan kelompok rentan untuk mendapat makanan sehat setiap hari. Namun, muncul perdebatan terkait penggunaan peralatan makan yang masih mengandalkan impor.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan alasan mengapa nampan untuk MBG harus didatangkan dari luar negeri. Menurut dia, kebutuhan mencapai 70 juta unit, sementara produksi lokal baru sanggup 10 juta per bulan.
“Produsen lokal belum bisa memenuhi skala kebutuhan yang besar. Karena itu, mitra penyedia melakukan impor agar program berjalan,” kata Dadan, dikutip dari CNN Indonesia.
“Produsen dalam negeri belum mampu memproduksi nampan dalam jumlah besar sesuai kebutuhan program MBG. Oleh karena itu, mitra penyedia memilih mengimpor dari China agar program ini dapat berjalan sesuai rencana,” ujar Dadan, dikutip dari CNN.
Tantangan Kapasitas Produksi Lokal
Pernyataan tersebut memunculkan kritik. Publik menilai MBG seharusnya dapat menjadi peluang bagi industri dalam negeri. Jika kebutuhan nampan bisa dipenuhi lokal, maka rantai pasok akan lebih kuat dan ekonomi nasional terdorong.
Industri peralatan makan sebenarnya sudah ada di berbagai daerah. Namun, masalahnya terletak pada kapasitas produksi dan standar kualitas yang dibutuhkan untuk distribusi nasional.
“Permintaan MBG sangat besar dan terpusat dalam waktu singkat. Tantangan ini seharusnya bisa menjadi momentum industri lokal naik kelas,” jelas seorang analis kebijakan pangan.
Potensi Mendorong Industri Nasional
Sejumlah kalangan menekankan bahwa program MBG tidak hanya soal gizi. Program ini juga dapat menjadi katalisator pertumbuhan industri nasional. Jika pemerintah mampu mengarahkan kebutuhan besar ini pada produsen lokal, maka efek berganda bisa tercipta.
Pertama, industri manufaktur akan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Kedua, rantai distribusi bahan baku akan lebih stabil karena ada permintaan konsisten. Ketiga, Indonesia tidak terlalu bergantung pada impor yang rawan gejolak harga.
Program makan gratis yang bernilai triliunan rupiah itu bisa menjadi lokomotif bagi sektor industri dalam negeri.
Jalan Tengah: Kolaborasi dan Investasi
Meski saat ini impor menjadi solusi cepat, pemerintah dinilai perlu menyiapkan strategi jangka panjang. Kolaborasi antara BGN, Kementerian Perindustrian, dan pelaku usaha lokal mutlak dilakukan.
Investasi pada mesin produksi, peningkatan kapasitas SDM, dan dukungan insentif fiskal bisa mempercepat kemandirian. Dengan begitu, dalam dua hingga tiga tahun ke depan, kebutuhan MBG dapat dipenuhi sepenuhnya dari dalam negeri.
Program Makan Bergizi Gratis adalah kebijakan besar dengan dampak sosial luas. Namun, kebijakan ini sebaiknya tidak berhenti pada distribusi makanan sehat saja.
Jika diarahkan dengan benar, MBG dapat menjadi momentum bagi kebangkitan industri lokal. Pemerintah harus memastikan bahwa program ini benar-benar menumbuhkan kemandirian ekonomi, bukan justru menambah ketergantungan pada produk impor.