Daily Dose Indonesia – Pinjaman online (pinjol) kini menjadi salah satu layanan keuangan digital paling cepat tumbuh di Indonesia. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total pembiayaan pinjol atau peer-to-peer lending per Agustus 2025 mencapai Rp87,61 triliun, tumbuh 21,62 persen secara tahunan (year-on-year).
Jika dibandingkan posisi Juli 2025 sebesar Rp84,66 triliun, terjadi peningkatan signifikan. Yang artinya semakin banyak masyarakat yang meminjam uang di pinjol.
“Pada industri pinjaman daring, outstanding pembiayaan pada Agustus 2025 tumbuh 21,62 persen yoy, dengan nominal sebesar Rp87,61 triliun,” kata Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, dan Lembaga Keuangan Lainnya (PVML) OJK, mengutip liputan infobank di konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan September 2025.
Tren kenaikan juga terlihat pada bulan-bulan sebelumnya. Pada Juni 2025, total outstanding pinjaman daring tercatat Rp83,52 triliun. Sementara pada Mei 2025, nilainya mencapai Rp82,59 triliun dengan pertumbuhan 27,93 persen secara tahunan.
Kemudahan akses menjadi alasan utama mengapa pinjol banyak diminati masyarakat. Cukup dengan KTP dan ponsel, seseorang bisa memperoleh pinjaman tanpa jaminan dalam waktu singkat. Prosesnya sederhana, cepat, dan menjangkau lapisan masyarakat yang tidak terlayani lembaga perbankan formal.
Pinjol juga berperan dalam memperluas inklusi keuangan digital, terutama bagi pelaku usaha mikro dan masyarakat di wilayah rural. Inovasi ini membantu membuka peluang ekonomi baru dan mempercepat perputaran dana konsumsi masyarakat.
Di Balik Kemudahan Pinjaman Pinjol, Ada Risiko Jeratan Utang dan Psikologis
Namun, kemudahan tersebut sering kali berubah menjadi jebakan finansial bagi pengguna yang tidak berhati-hati. Banyak masyarakat terjerat utang menumpuk akibat mengambil pinjaman tanpa menghitung kemampuan bayar.
Masalah semakin berat jika pinjaman berasal dari pinjol ilegal. Layanan tidak berizin ini kerap menetapkan bunga tinggi, biaya tersembunyi, dan praktik penagihan yang melanggar privasi. Saat gagal bayar, data pribadi peminjam berisiko disebarluaskan, bahkan kontak darurat bisa ditelepon berulang kali oleh penagih.
Tekanan tersebut dapat menimbulkan stres, malu, hingga gangguan psikologis. Tidak sedikit korban yang mengaku diteror panggilan telepon dari penagih, bahkan di jam kerja atau tengah malam. Praktik semacam ini mencerminkan rendahnya literasi finansial masyarakat dalam menghadapi sistem keuangan digital yang tumbuh cepat.
Menurut OJK, per Agustus 2025 tingkat wanprestasi atau gagal bayar lebih dari 90 hari (TWP90) berada di level 2,60 persen, menurun dari Juli yang sebesar 2,75 persen dan Juni 2,85 persen. Meski turun, angka tersebut tetap menjadi sinyal bahwa sebagian debitur belum memiliki kemampuan bayar yang sehat.
OJK berulang kali mengingatkan masyarakat untuk meminjam secara bijak. Pinjaman digital bukan solusi jangka panjang untuk menutup kebutuhan konsumtif, apalagi untuk membayar pinjaman lain.
Gunakan Pinjol Legal dan Hitung Kemampuan Bayar Sebelum Menyetujui Pinjaman
Untuk menghindari risiko hukum dan tekanan penagihan, masyarakat sebaiknya hanya menggunakan pinjol legal yang terdaftar dan diawasi OJK. Platform legal wajib mengikuti standar perlindungan konsumen yang ketat.
Salah satu aturan penting adalah ketentuan bahwa penagihan hanya boleh dilakukan hingga 90 hari keterlambatan. Setelah itu, debitur tidak boleh lagi ditekan atau diteror oleh penagih. Sebagai gantinya, data peminjam akan masuk dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK, yang bisa menghambat pengajuan pinjaman di masa depan.
Selain memastikan legalitas aplikasi, peminjam harus menghitung bunga, tenor, dan total kewajiban sebelum menyetujui perjanjian. Dana pinjaman idealnya digunakan untuk kebutuhan mendesak atau produktif, bukan konsumsi gaya hidup.
Edukasi keuangan digital menjadi langkah penting agar masyarakat tidak terjebak dalam siklus utang. Dengan memahami aturan dan batas kemampuan finansial, pinjol bisa menjadi alat bantu keuangan modern yang bermanfaat, bukan sumber masalah baru.