Daily Dose Indonesia — Renovasi Istana Gebang, rumah masa kecil Bung Karno yang menjadi ikon sejarah Kota Blitar, resmi dilakukan tanpa menggunakan APBD maupun APBN. Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin yang akrab disapa Mas Ibin, menyampaikan apresiasi yang mendalam atas dukungan tersebut.
Proses renovasi ini dijalankan melalui swakelola dan bantuan CSR dari pihak swasta serta dukungan DPD PDI Perjuangan Jawa Timur. Fakta ini menjadi sorotan publik karena menunjukkan semangat gotong royong dalam menjaga warisan sejarah nasional di tengah tekanan fiskal negara dan daerah. Ditandai dengan Wali Kota Mas Ibin yang diminta memimpin peletakan batu pertama dimulainya renovasi pada Minggu (30/11/2025).
“Saya hanya mengucapkan terima kasih kepada DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Pak Said, Pak Kanang, saya juga ucapkan terima kasih kepada Ibu Ketum, Ibu Megawati, Mas Romi yang telah berkenan memperhatikan beliau (Bung Karno) dan apa-apa yang ada di sini,” ucap Mas Ibin.
Di kesempatan yang sama, Mas Ibin menyampaikan harapan terkait nilai sejarah yang harus terus dirawat. Seperti Istana Gebang yang menyimpan cerita sejarah perjuangan Pahlawan Proklamator, yang diharapkan bisa dipelajari genarasi muda, begitu juga semangat founding father yang peduli bangsa dan negaranya tersebut bisa diwarisi generasi penerus.
“Semoga nanti kita bersama-sama bisa meningkatkan apa-apa yang beliau (Bung Karno) wariskan, tinggalkan di sini untuk lebih baik lagi,” kata Mas Ibin.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Blitar dr Syahrul Alim memberikan penjelasan terkait urgensi bantuan eksternal ini di tengah minimnya APBD dampak kebijakan efisiensi pemerintah pusat. Dengan bantuan ini Pemerintah Kota Blitar tetap bisa merawat warisan sejarahnya tanpa membebani APBD yang sedang difokuskan untuk kebijakan yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
“Alhamdulillah di tengah-tengah efisiensi anggaran dari APBN, sehingga anggaran di kota Blitar pun untuk APBD-nya juga turun drastis, yang demikian Alhamdulillah dari DPD, PDI Perjuangan Jawa Timur memberikan perhatian kepada kota Blitar, sehingga Istana Gebang ini siap untuk direnovasi,” ujar dr Syahrul.
dr Syahrul juga menyampaikan bahwa hasil renovasi ini diharapkan memperkuat posisi Blitar sebagai kota sejarah yang layak dikunjungi wisatawan. “Kami berharap renovasi ini bisa segera selesai mungkin sesuai dengan jadwalnya berharap nanti bulan Juni sudah bisa diresmikan lagi, juga kami dengan ini semuanya kami harapkan akan menambah daya tarik kota Blitar untuk didatangi para wisatawan,” sambungnya.
Renovasi Istana Gebang dilakukan dengan sangat hati-hati karena statusnya sebagai bangunan cagar budaya. Tidak ada perubahan bentuk struktur bangunan asli, hanya pemolesan estetika agar lebih menarik secara visual dan lebih tertata secara penataan ruang. Fokus renovasi mencakup penggantian lantai menggunakan batu andesit, penambahan dinding pembatas berlatar relief sejarah Bung Karno, serta pemasangan kolom-kolom tinggi di depan bangunan untuk menambah kesan monumental. Patung Bung Karno juga dibuat ulang menjadi patung duduk, sesuai arahan Ibu Megawati dan Pak Said, dengan gestur membaca buku yang mencerminkan sosok bapak bangsa yang intelektual.
Waktu pengerjaan renovasi ditargetkan berlangsung 5–6 bulan dengan peresmian kembali diharapkan sekitar bulan Juni tahun depan. Patung Bung Karno sendiri diperkirakan membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk pemahatannya. Proyek ini berjalan di luar instrumen APBD dan APBN, melainkan berbasis dukungan swasta dan inisiatif pihak yang memiliki perhatian pada sejarah nasional.
Dari perspektif publik, renovasi ini menghadirkan rasa lega dan bangga, di saat Pemerintah Kota Blitar harus mengencangkan ikat pinggang akibat pemotongan anggaran nasional, urusan menjaga martabat sejarah tetap berjalan tanpa membebani fiskal daerah. Renovasi ini tidak hanya mengembalikan keanggunan fisik bangunan, tetapi juga memperkuat atmosfer ideologis kota Blitar sebagai kota pusaka nasionalisme, kota yang memelihara ingatan akan sosok yang menuntun bangsa menuju kemerdekaan.
Dengan pendekatan kolaboratif renovasi Istana Gebang tidak hanya diperbaiki secara teknis, tetapi dirawat secara moral. Renovasi ini menjadi pesan bahwa penghormatan pada sejarah tidak boleh bergantung sepenuhnya pada anggaran negara, melainkan tumbuh dari kepedulian kolektif dan cinta pada warisan bangsa.





