Daily Dose Indonesia – Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 300 persen di sejumlah desa di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, kian menuai sorotan. Tak hanya pengacara Haryono, S.H., M.H., dari Kantor Hukum Haryono & Partners yang mendesak pembatalan kebijakan ini, tetapi juga semakin banyak warga yang merasakan beban ekonomi akibat lonjakan pajak.
Haryono menyebut, keluhan warga yang ia terima terus bertambah dan sebagian besar berasal dari kalangan berpenghasilan rendah. “Kami menerima banyak keluhan dari masyarakat di desa-desa tertentu terkait kenaikan PBB yang tidak masuk akal. Angka kenaikan 300% ini sangat memberatkan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lokasi tersebut,” tegasnya.
Salah satu contoh keluarga wajib pajak di Kelurahan Tawangsari mengalami kenaikan PPB 300 persen. Pada tahun 2024, mereka hanya membayar tagihan PBB sebesar Rp13.845. Namun, pada tahun 2025, tagihan itu melonjak menjadi Rp55.723. Keluarga ini masuk kategori miskin dengan penghasilan harian pas-pasan. Dengan kondisi tersebut, beban PBB yang melonjak lebih dari tiga kali lipat ini berarti mereka harus mengurangi pengeluaran penting lain, seperti kebutuhan pangan, biaya sekolah anak, hingga biaya kesehatan.
“Walaupun kenaikan ini hanya terjadi di beberapa desa, kami tegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi memicu gejolak sosial yang lebih luas. Pemerintah harus peka, jangan sampai ketidakpuasan di satu wilayah menjadi pemicu kegaduhan di masyarakat Blitar secara keseluruhan,” ujar Haryono.
Tak Hanya Dengar Laporan Dinas, Tapi Turun ke Lapangan
Haryono mendesak Bupati Blitar agar tidak hanya mendengar laporan dari dinas terkait. Melainkan, bapati harus turun langsung melihat kondisi ekonomi warga di lapangan. Menurutnya, pembatalan kenaikan pajak di wilayah terdampak menjadi langkah mendesak untuk meredam keresahan.
“Kami berharap Pemerintah Kabupaten Blitar dapat mengambil langkah bijak dan memprioritaskan kesejahteraan masyarakat dengan membatalkan kenaikan PBB tersebut di wilayah yang terdampak,” tandasnya.
Di sisi lain, Kepala Bapenda Kabupaten Blitar Asmaning Ayu sebelumnya menegaskan bahwa secara keseluruhan kenaikan PBB pada 2025 hanya sebesar 1,48 persen. “Jika dilihat dari ketetapan PBB 2024 yang sebesar Rp 49,09 miliar, pada 2025 memang ada peningkatan, tetapi jumlahnya hanya Rp 702,9 juta atau setara 1,48 persen,” katanya.
Meski begitu, angka makro tersebut tidak menjawab beban nyata yang dirasakan warga miskin seperti di Kelurahan Tawangsari. Lonjakan hingga ratusan persen membuat tagihan pajak tidak lagi sekadar kewajiban administratif, melainkan ancaman serius bagi ketahanan ekonomi rumah tangga. Jika persoalan ini tak segera ditangani, potensi gejolak sosial di Blitar sulit untuk dihindari.