Daily Dose Indonesia – Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 300 persen di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, semakin ramai diperbincangkan. Sejumlah warga mengaku kaget berita lonjakan tagihan pajak, sementara Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar memilih menggelar konferensi pers untuk menanggapi isu tersebut. Namun, forum yang seharusnya menjadi wadah klarifikasi justru berubah menjadi ajang pernyataan kasar dan intimidasi kepada wartawan yang pertama kali menulis soal kenaikan PBB.
Dalam forum yang berlangsung di Rumah Makan Joglo, Desa Jatinom, Sabtu (16/8/2025), Kepala Bapenda Kabupaten Blitar, Asmaning Ayu, melontarkan kalimat bernada merendahkan wartawan HarianSiber.com. Beberapa ungkapan yang dilontarkannya antara lain:
“Tekono sing gae berita kuwi, tak slentik kowe suwi-suwi, rumangsaku dek wingi sore wes takok aku tak jelasne, ojo gae judul bombastis dirimu tak slentik ngko, iki eneh moro moro muncul.”
“Ya makanya kita harus mengklarifikasi, saya bisa gunakan hak jawab mas, kowe piye ngerti, ojo guya guyu tok ae.”
“Ketika per NOP itu menyesatkan seakan se kabupaten naik segitu, padahal bisa jadi perubahan NJOP hal itu seperti pemuktahiran seperti itu, nggunggahne ojo ngono tak bandem we ngko.”
Ungkapan “tak slentik” dan “tak bandem” dalam bahasa Jawa memiliki makna ancaman fisik, yakni menyentil keras hingga melempar batu. Sementara penggunaan kata “kowe” dinilai sebagai panggilan kasar yang merendahkan. Ucapan tersebut dianggap tidak pantas diucapkan pejabat publik, terlebih dalam forum resmi di hadapan awak media.
Ironisnya, saat pernyataan bernada intimidatif itu dilontarkan, terdengar tawa sebagian tamu undangan dan sejumlah wartawan lain. Situasi ini menambah kesan bahwa forum klarifikasi berubah menjadi ajang pembulian terhadap jurnalis.
Warga Buktikan Tagihan Naik Ratusan Persen
Pernyataan keras Kepala Bapenda tersebut muncul karena ia menilai pemberitaan wartawan telah membesar-besarkan isu. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya keluhan nyata dari warga. Ada bukti fisik berupa tagihan PBB yang naik hingga 300 persen.
Seorang warga Kelurahan Tawangsari, misalnya, mengaku terkejut saat menerima surat tagihan. Menurutnya, lonjakan tersebut tidak pernah disosialisasikan sebelumnya sehingga menimbulkan keresahan. Situasi ini memperberat beban keluarga di tengah ekonomi yang semakin mencekik dengan harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal.
Bapenda Akui Masih Ada PR Sismiop, Berpotensi Pajak Naik Semakin Luas
Sementara itu, Kepala Bidang Penetapan dan Penagihan Pajak Daerah Bapenda Kabupaten Blitar, Roni Arif Satriawan, menyebutkan masih ada persoalan teknis yang menjadi pekerjaan rumah lembaganya. Ia mengakui proses Sistem Informasi Manajemen Objek Pajak (Sismiop) belum sepenuhnya rampung.
“Saya jelaskan secara umum ya, serta data target, memang kita di PBB ini rata-rata ada setiap tahun kita ditargetkan naik. Tapi naiknya tidak sebesar itu ya, 10 miliar itu tidak betul. Sampai dengan hari ini kita masih ada PR 40 desa yang belum Sismiop. Kalau belum Sismiop tentunya data-data wajib pajak, baik subyek maupun obyek itu belum up to date. Banyak yang tanah-tanah yang sudah berdiri banyak bangunannya belum masuk ya, belum masuk. Sehingga setiap tahun kita juga melaksanakan kegiatan Sismiop itu sehingga dengan adanya kegiatan Sismiop tentunya kita bisa memperkirakan kira-kira capaian kita di tahun depan itu kira-kira berapa,” papar Roni.
Pernyataan ini menegaskan bahwa lonjakan pajak besar-besaran bisa terjadi akibat proses pemutakhiran data. Demikian, fakta adanya warga yang benar-benar menerima tagihan melonjak tiga kali lipat tetap menjadi bukti valid yang tak bisa diabaikan. Kelurahan Tawangsari, dari warga yang melaporkan pajaknya naik 300 persen itu juga telah dilakukan Sismiop sebelumnya.
Potensi Berbuntut Panjang
Insiden kata-kata kasar Kepala Bapenda Kabupaten Blitar kepada wartawan yang menuliskan kritik warga yang melaporkan pajak PBB-nya naik 300 persen ini dikhawatirkan meninggalkan dampak buruk. Pahadal kritik sebuah hak setiap warga negara. Dengan adanya intimidasi ini adalah salah satu bentuk dari mencederai demokrasi.