Adian Napitupulu Bongkar Kerakusan Aplikator Ojek Online

Adian Napitupulu Bongkar Kerakusan Aplikator Ojek Online
Cuplikan layar TV Parlemen saat Adian Napitupulu menyampaikan pandangannya di Rapat Dengar Pendapat dengan Aplikator Ojek Online dan Kemenhub.

DailyDoseIndonesia.com, Jakarta – Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, melontarkan kritik tajam terhadap praktik bisnis aplikator ojek online dalam rapat dengar pendapat Komisi V DPR RI, Rabu (21/5/2025). Politikus PDI Perjuangan tersebut menyebut praktik pemotongan dan pungutan yang diberlakukan aplikator terhadap mitra driver maupun konsumen sebagai bentuk “kerakusan” yang tidak berlandaskan hukum.

Dalam penyampaiannya, Adian menyoroti potongan yang diterapkan aplikator yang disebut bisa mencapai 30 hingga 50 persen per orderan. Selain itu, terdapat juga biaya layanan dan biaya jasa aplikasi yang dibebankan kepada konsumen, dengan nominal yang bisa mencapai Rp7.000 hingga Rp11.000 per pesanan.

Bacaan Lainnya

“Pertanyaannya, apakah kita sebagai DPR mau membiarkan adanya pungutan-pungutan dari masyarakat yang tidak punya dasar hukum?” tegas Adian di hadapan pimpinan dan anggota rapat.

Menurutnya, pemotongan dan pungutan tersebut tidak hanya membebani driver, tetapi juga konsumen. Dalam contoh yang dipaparkannya, dari total tagihan sebesar Rp36.000, aplikator bisa mengambil hingga Rp15.300, baik dari sisi driver maupun konsumen atau masyarakat pemesan layanan.

Adian bahkan menyebut bahwa keuntungan harian aplikator bisa mencapai Rp92 miliar, jika dihitung dari banyaknya jumlah driver dan merchant mereka miliki yang mencapai 4,2 juta se-Indonesia. Ia menilai praktik ini tidak hanya mencederai keadilan sosial, tetapi juga mencerminkan lemahnya pengawasan negara terhadap entitas bisnis digital yang menyasar sektor publik.

Lebih lanjut, Adian juga menyoroti praktik “slot prioritas” atau “paket Aceng” yang diberlakukan oleh beberapa aplikator. Dalam skema ini, driver harus membayar Rp20.000 per hari agar mendapatkan prioritas order. Jika tidak membayar, peluang mereka untuk mendapatkan pesanan akan menurun drastis.

“Sudah dipotong besar, masih harus bayar untuk dapat prioritas. Ini kejam sekali. Mereka beli order, dan jika tidak, mereka tidak dapat penghasilan. Ini harus dihentikan,” ujar Adian Napitupulu.

Ia meminta agar seluruh jenis biaya tambahan seperti biaya layanan dan jasa aplikasi dicabut, karena tidak memiliki dasar hukum. Adian juga menantang DPR dan pemerintah untuk melakukan audit investigatif terhadap struktur keuangan aplikator, guna melihat secara transparan aliran dana dan keuntungan yang diperoleh.

“Jangan cuma bicara persentase potongan. Ini soal pungutan liar berjubah digital. Negara harus hadir,” tegasnya.

Pemerintah Batasi Potongan Maksimal 20 Persen

Sebagai informasi, Keputusan Menterian Perhubungan (Kemenhub) Nomor 1001 Tahun 2022 telah menetapkan bahwa besaran potongan maksimal oleh aplikator terhadap driver maupun penumpang adalah 20 persen. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh penyedia layanan transportasi daring di Indonesia dan bertujuan melindungi hak serta kesejahteraan mitra pengemudi.

Namun demikian, keluhan driver terus bermunculan karena praktik di lapangan menunjukkan masih adanya potongan dan pungutan yang melebihi ketentuan tersebut.

Aksi Protes Driver di Sejumlah Kota

Sehari sebelum rapat dengar pendapat digelar, yakni pada Selasa (20/5/2025), aksi unjuk rasa serentak digelar oleh ribuan driver ojek online di berbagai kota besar di Indonesia. Mereka menuntut transparansi serta keadilan terkait potongan dan pungutan yang memberatkan rakyat kecil yang menggantungkan hidupnya melalui aplikasi ojek online.

Demo berlangsung tertib, namun menjadi sinyal kuat bagi pemerintah dan DPR untuk segera menertibkan praktik-praktik yang dinilai merugikan mitra kerja aplikator tersebut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *